Profesi = Ibadah

Kita setuju bahwa kita diciptakan untuk beribadah. Sebagaimana yang telah agama kita ajarkan. Dan kita pun sepakat bahwa ibadah memiliki banyak bentuk. Secara garis besarnya digolongkan menjadi dua; mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Ya, kita sepakat bahwa ibadah itu tidak hanya shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lain yang hubungannya langsung dengan Allah. Karena menyingkirkan duri dari jalanpun merupakan ibadah. Kita tahu dan sepakat itu.
Pun begitu dengan apa yang kita jalani saat ini, dan kedepannya yang menjadi cita-cita kita. Atau profesi yang telah, sedang dan akan kita jalani nanti. Semuanya adalah merupakan bentuk ibadah.
Tak peduli berapa kali dan sebanyak apapun kita mengganti cita-cita semenjak kecil hingga sekarang, atau mungkin ada yang tetap istiqomah di cita-cita yang dipilihnya. Juga tak peduli profesi yang sedang atau akan kita jalani sesuai passion atau tidak. Itu juga tak jadi soal. Walau memang lebih baik sesuai dengan passion, karena dengan passion kita akan menemukan versi terbaik dalam diri kita. Begitu katanya. Namun bukan berarti yang tidak sesuai passion itu tidak baik. Kita tidak bisa menjamin hal itu. Karena harus diakui, di masyarakat sana banyak orang-orang yang jangankan tahu apalagi mengerti konsep passion, berfikir tentang sebuah profesi dan pekerjaan pun mereka tidak. Yang ada dalam fikiran mereka hanya bagaimana caranya bisa bertahan dalam menjalani kehidupan. Selama bisa memberi makan anak istri, itu sudah cukup.
Kita tidak berhak menganggap satu profesi lebih baik dari profesi yang lain atau bahkan menganggap satu profesi lebih mulia dari profesi yang lain. Semua jenis profesi itu adalah mulia selama mempunyai dampak positif bagi masyarakat, setidaknya bagi saya seperti itu.
Profesi apapun yang kita pilih, disiplin ilmu apapun yang kita tekuni, selama itu kita jalani dengan sebaik-baiknya adalah merupakan ibadah sesungguhnya. Karena dengan menjalani dengan sebaik-baiknya, profesi itu pada saatnya akan mempunyai dampak positif yang begitu besar bagi masyarakat, dan menjadi ladang amal bagi kita.
Menjadi dokter yang membantu meringankan tidak hanya orang-orang sakit tapi juga orang orang-orang kecil yang sakit, menjadi guru yang ikhlas mentransferkan berjuta ilmu pada generasi setelahnya, menjadi arsitek yang membangun bangunan megah yang memiliki sejuta manfaat bagi umat, menjadi jurnalis yang objektif dalam menyampaikan berita dan ikut dalam mencerdaskan masyarakat, menjadi birokrat yang setia melayani dan mengabdi kepada masyarakat, menjadi hakim yang seadil-adilnya tanpa melihat golongan tertentu, semua itu adalah profesi mulia dan termasuk ibadah. Ibadah yang hubungannya dengan manusia.
Maka sebenarnya menjadi apapun diri kita: Guru, Dokter, Perawat, Jurnalis, Arsitek, Bankir, Birokrat, Diplomat, Politikus, Hakim, Ulama, Seniman, Pengusaha, Selebriti atau menjadi yang tak punya dan tak ingin memiliki gelar apapun, yang terpenting adalah bukan terkenal atau tidaknya kita, bergengsi atau tidaknya profesi kita, tinggi atau rendahnya kedudukan kita, bukan pula besar kecilnya gaji kita. Tapi yang terpenting adalah  kebermanfaatan kita: pada diri sendiri dengan bagaimana menjadi sebaik-baiknya orang dalam disiplin ilmu atau profesi yang kita jalani; dan kepada lingkungan serta masyarakat dengan bagaimana kita punya peran postif didalamnya. Dengan semuanya tetap diiringi ketaatan pada Allah dengan bagaimana kita selama hidup selalu berada di jalan yang sesuai tuntunanNya dan meniatkannya sebagai bagian dari ibadah kepadaNya.
Waallahu’alam bishowab.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *