Dibandingkan melalui lisan, rasa-rasanya saya lebih cocok menyampaikan sesuatu melalui tulisan. Tahu sendiri kan bagaimana saya –yang kata teman SMA, begitu nyolot dan ‘pedas’nya jika berbicara? :p
Tulisan ini bukan untuk menohok atau bahkan menonjok siapa-siapa (jika pun iya, itu pasti ditujukan pada diri saya sendiri). Hanya ingin mengingatakan, pada diri saya sendiri dan pada siapapun yang selalu ingin berusaha melakukan perbaikan pada dirinya.
Berawal dari keprihatinan saya setiap kali Ujian Tengah Semester atau Ujian Akhir Semester, saat melihat apa yang tak ingin saya lihat. Gejala yang katanya sudah tak asing dan sudah menjadi rahasia umum. Sindiran-sindiran saya tentang itu sepertinya sudah terlalu banyak: di kelas saat berlangsung kegiatan tersebut, di jam-jam kosong mata kuliah, ataupun di obrolan santai disela-sela menunggu dosen atau ada perkumpulan.
Kemudian keprihatinan saya berlanjut saat ini, saat mahasiswa seangkatan berada di tahun terakhirnya di perkuliahan. Masa dimana sebagai mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan tes, ujian dan sidang. Termasuk didalamnya KKN dan Tugas Akhir. Masa dimana kita dituntut baik oleh diri sendiri, orang tua ataupun pihak lembaga untuk menyelesaikan itu semua tepat waktu agar lulus pun tepat waktu juga.
Disaat seperti inilah kemudian saya melihat ada mahasiswa-mahasiwa (yang katanya) jeli melihat peluang. Melihat ladang yang begitu besar untuk mengeruk keuntungan materi semata. Menamakan diri sebagai orang yang pandai memanfaatkan kesempatan yang ada.
Namun saya sendiri melihatnya sebagai upaya mencederai ilmu yang telah dipelajari. Hanya demi terkumpulnya pundi-pundi materi untuk sekedar mempertebal kantong.
Terkesan menyalahkan orang lain dan merasa diri suci ya?
Baik, saya pun tak munafik bahwa saat awal-awal perkuliahan dulu saya sempat ‘menggadaikan’ idealisme saya demi sebuah materi. Hanya secuil materi bahkan. Demi beberapa rupiah saja untuk ongkos agar bisa pulang, saya mengerjakan apa yang menjadi tugas dan kewajiban teman kuliah. Saya tahu alasan apapun yang saya gunakan tak berarti dapat membenarkan tindakan saya saat itu. Saya tahu dan sadar bahwa itu adalah salah. Saya tak ingin ada yang mengikuti saya.
Sadarkah kita bahwa ternyata dengan melakukan semua itu, bukan hanya etika dalam ilmu yang kita cederai, namun juga etika dalam agama kita yang kita korbankan.
Ingat, bahwa kita ini adalah mahasiwa Ekonomi Islam.
Ya, Mahasiswa EKONOMI ISLAM!
Ada agama kita yang kita bawa dalam tindak-tanduk kita dalam berekonomi. Ada ajaran Islam yang harus kita terapkan dalam kegiatan kita mendapatkan uang. Entah itu untuk makan sehari-hari atau hanya untuk mempertebal kantong sendiri.
Apapun dan bagaimanapun kita mendapatkan uang untuk biaya kuliah dan biaya hidup kita saat ini, entah dari orang tua atau dari usaha sendiri, adalah penting bagaimana kita mendapatkan uang itu. Bagaimana cara kita mendapatkannya. Bukan besar kecilnya.
Begitu juga kita saat sudah tidak berada di dunia perkuliahan nanti. Bukan yang penting mendapatkan pekerjaan saja. Harus dipastikan apakah pekerjaan itu mengandung hal-hal yang dilarang agama atau tidak. Bukan hanya jenis pekerjaannya saja, tapi juga bagaimana cara memperolehnya. Baik memperoleh pekerjaannya ataupun memperoleh gaji yang kita dapatkan. Yang terpenting adalah bukan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Tapi bagaimana kita mendapatkan harta tersebut dengan seberkah-berkahnya, sedikit atau banyak. Begitu bukan?
Ah, rasa-rasanya ini sudah sering kita dengar dan kita baca. Tapi semoga apa yang saya tulis tak percuma.
Sekali lagi, tak ada maksud apapun saya menulis ini kecuali semata-mata hanya ingin mengingatkan. Karena bukankah agama kita mengajarkan watawa shoubil haqqi watawa shoubi shobri pada sesama?
Terakhir, jika hal ini benar-benar berlanjut, semoga kebiasaan buruk itu cukup hanya pernah menjadi noda hitam kita di dunia kampus saja, tidak terbawa ke dunia pasca kampus nanti, yang katanya kehidupan yang sebenarnya. Semoga.
Dan untuk yang hingga kini tetap menjaga idealisme-nya semoga tetap istiqomah dan tak luntur oleh pengaruh lingkungan ‘luar’ nanti. Amin.