Paspor Oh Paspor

Petugas  : “Untuk apa bikin paspor?”
Saya        : “Untuk pergi ke tanah suci.. dan keliling dunia.” *dengan pede-nya*
Petugas   : *nada sinis* “Kamu punya uang berapa mau keliling dunia?”
Saya  : “Yaah jalan mah ada aja, Pak..”
Petugas  : “Zaman sekarang itu kalo mau ke luar negeri aja harus punya banyak uang, apalagi ini keliling dunia.”
Saya       : “Ini si bapak kok ngomongannya gini ya, sinis amat sama saya.“ *dalam hati*
Petugas  : “Selasa besok ambil. Bawa surat rekomendasi dari agen travel yang mau dipake. Sekarang harus pake surat rekomendasi buat dapet paspor”
Saya       : “Itu aturan dari mana? UU Nomer berapa? Umrohnya juga belum tahu mau kapan. Masa udah minta surat rekomendasi travel agen.” *masih dalam hati, males nerusin* 😀

Itu adalah sepenggal percakapan antara saya dan salah seorang petugas Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Serang saat sesi wawancara dalam rangka pembuatan paspor  beberapa waktu lalu. Walau belum memiliki kepastian kapan akan menggunakan paspor tersebut, saya memaksakan untuk membuatnya. Sebagai salah satu cara memantaskan diri diundang ke bait-Nya. Itu tujuan utama saya. Membuat paspor memang sudah menjadi semacam to do list saat awal-awal masa kuliah dulu. Tapi selalu tertunda karena satu dan lain hal.

Setelah mendengar kabar bahwa semenjak 2013 pembuatan paspor bisa dilakukan secara online (atau semenjak dulu ya? sayanya saja yang tak tahu. hhe..), maka saya pun ingin mencobanya. Berbekal searching dan tanya sana-sini, membuat paspor online ternyata memang cepat dan cukup mudah, tak sesulit seperti orang-orang ceritakan saat membuat paspor.

Biasanya, saat membuat paspor (tanpa via online) mengharuskan kita datang ke kantor imigrasi tiga kali. Pertama kalinya untuk menyerahkan segala data yang dibutuhkan ke kantor imigrasi, mulai dari Kartu Tanda Pengenal, Akte Kelahiran/Ijazah, Kartu Keluarga, dan lain-lain. Fotocopy-an dan aslinya dibawa serta. Kedua kalinya untuk pengambilan sidik jari, foto dan wawancara. Dan terakhir kalinya, biasanya 4 hari kerja setelah foto dan wawancara, untuk mengambil paspor yang telah jadi.

Bedanya dengan pembuatan paspor secara online, kita hanya cukup datang dua kali. Karena kedatangan pertama telah digantikan oleh pendaftaran lewat dunia maya tadi. Tak ada beda dengan yang biasa, kita hanya  mengisi form yang ada di website imigrasi, meng-upload hasil scanning dokumen asli sumber data-data kita tersebut, lalu kemudian nanti akan mendapatkan undangan untuk hadir pada hari yang telah kita tentukan sendiri. Setelah mendapatkan undangan, kita diharuskan membayar ke salah satu bank yang telah bekerja sama dengan imigrasi. Jadi sekarang tidak ada ceritanya pembayaran di Kanim.
Surat ‘Undangan’ dari Direktorat Jenderal Imigrasi
Maka berangkatlah saya dari Tangerang menuju Serang pada hari yang ditentukan. Dengan berkereta, angkot, bus, lalu angkot, hingga akhirnya ojeg, tibalah saya di Kanim Kelas I Serang, setelah sebelumnya mampir di Bank untuk melakukan pembayaran. Berbekal dokumen-dokumen persyaratan asli dan struk dari bank tadi, saya pun mengambil nomor antrian dan dipersilahkan mengisi beberapa hal yang harus diisi: surat pernyataan bermaterai, form data diri yang tak jauh saat mengisi online, lalu kemudian menyerahkan pada penjaga loket dengan tak lupa menyertakan struk pembayaran. hingga kemudian menunggu panggilan untuk pengambilan sidik jari, foto dan wawancara. 

Seperti yang diceritkan di awal tulisan, sesi wawancara ini cukup tidak nyaman bagi saya. Entah sengaja ingin membuat saya rendah diri, atau memang telah menjadi pola pikir si bapak pewawancara bahwa  pergi ke luar negeri adalah hal yang hampir mustahil bagi kebanyakan orang. Apapun itu, semoga ia hanya memang sengaja, untuk menguji saya saja yang kemudian berhasil lulus dalam ujiannya hari itu. Maaf ya, Pa.. Sinisme bapak tidak mempan bagi saya. 😀

Singkat cerita, setelah 4 hari kerja saya datang kembali ke Kanim Kelas I Serang dengan tanpa membawa surat rekomendasi dari agen travel yang diminta si bapak pewawancara sebelumnya. Karena saya yakin, tidak ada perkara mengenai itu di peraturan perundangan. Itu sih buatan si bapak aja. Maka dengan hanya membawa tanda bukti pengambilan dan struk pembayaran bank yang kemarin, akhirnya saya menerima tanda pengenal yang dapat diterima seluruh dunia itu. Alhamdulillah..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *