“Boleh jadi amalan kecil menjadi besar pahalanya disebabkan niat. Dan boleh jadi amalan besar menjadi kecil pahalanya hanya karena niat.” ¬ Abdullah bin Mubarak
Setelah perkara iman, dalam pembahasan hadits, niat selalu diutamakan dalam penyampaian. Persis seperti thaharah dalam pembahasan fiqih ibadah. Ini menggambarkan begitu besar dan penting keduanya. Kebersihan diri dengan thaharah mengawali segala bentuk ibadah (mahdhoh), dan kebersihan hati dengan niat mengawali segala bentuk perbuatan.
Perkara niat kadang terlihat sepele memang, tetapi niat dan iman amatlah berkaitan. Bahkan perkara yang terlihat kecil ini dapat saja menjadi tolak ukur ketauhidan seseorang. Melibatkan Allah dalam setiap niat yang diikrarkan, akan disertai dengan cara-cara yang baik pada apa yang akan, sedang dan telah dikerjakan. Niat tak sekedar hanya nawaitu dalam pelafalan. Ia terikrar di hati yang paling dalam. Maka perkara niat tak ada yang lebih tahu dari pemilik hati itu sendiri dan tentunya Sang Maha Pembolak-balik hati.
Niat menentukan apa yang kita dapat. Terutama bagi hal-hal yang tak terlihat, yang menyangkut perkara-perkara akhirat. Sebut saja pahala. Shalat yang disertai dengan riya, mana iya ia berpahala. Tapi makan sebagai rutinitas sehari-hari jika juga diniatkan sebagai bagian dari ibadah, bukan tak mungkin pahala mengalir setiap hari darinya. Pun begitu setiap kali akan mengambil keputusan. Jika yang kita kerjakan akan diniatkan untuk sesuatu, maka pada apa diniatkannya itulah yang akan kita dapat. Sekolah kita, ya hanya akan mendapat nilai jika diniatkan untuk mencari nilai. Interaksi sosial kita, ya hanya akan mendapat popularitas jika diniatkan mencari popularitas. Kerja kita, ya hanya akan mendapatkan uang jika diniatkan semata-mata mencari uang. Mengingat semua ini kita patut berhati-hati. Niat ini berpengaruh pada ke depannya nanti.
Terlepas dari letak niat di tiga tempat sebagaimana pernah kita ketahui: sebelum berbuat, di tengah-tengah, dan atau setelahnya; tetaplah sebelum menjalani apa yang akan kita lalui, yakinkan bahwa kita telah memperbaiki niat ini. Hingga pada apa pun yang terjadi di depan nanti, ada Allah yang senantiasa membersamai. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri di masa depan jika tanpa menyematkan nama-Nya dalam setiap niat yang kita ikrarkan. Kita juga tak pernah tahu jalan yang akan ditempuh akan sampai atau tidak. Tapi yang jelas, niat pada apa yang dijalani telah dibenarkan. Hingga jika pun tak membuahkan hasil di dunia, dengan perantara niat kita bisa mendapat hasilnya di akhirat nantinya.
Niat, sekali lagi adalah pekerjaan hati. Dan selalu saja, yang melibatkan hati menjadi rumit sekali. Perkara hati kadang memang sulit mendapatkan titik temunya. Tapi terus berusaha adalah hal terbaik yang kita punya. Lurukan niat, sempurnakan ikhtiar, lalu bertawakkallah dengan do’a. Begitu kan seharusnya kita?