Wisuda merupakan agenda seremonial seseorang atau kelompok yang telah resmi menyelesaikan masa studi. Bagi saya, wisuda di pondok selalu saja menimbulkan kesyahduan dan kekhusyuan. Baik yang kemarin-kemarin, ataupun yang hari ini. Baik yang terlibat sebagai panitia ataupun sebatas peserta (dewan guru). Sama saja bagi saya. Dua hal tadi selalu datang menghampiri, silih berganti.
Kesyahduan dan kekhusyuan itu barangkali karena perpaduan beberapa hal. Mulai dari memori masa lalu, komparasi kegiatan serupa di tempat dan waktu berbeda, manajemen acara, hingga ikatan psikologis dengan para wisudawannya. Hal tersebut, terutama yang pertama dan terakhir saya sebut, seringkali membuat emosi tersulut. Emosional bukan dalam arti negatif. Seringkali saya merasa emosional walau selalu berhasil ditahan-tahan.
Keterikatan Psikologis Wisudawan
Keterikatan saya dengan wisudawan angkatan 33 Pondok Pesantren Modern Assa’adah ini dimulai 3 tahun lalu. Angkatan yang menamakan diri mereka Infinity Generation ini adalah adalah satu-satunya angkatan yang pada 2 kelasnya saya mengajar selama 3 tahun penuh. Tidak seperti biasanya yang kadang hanya 1 tahun, atau paling lama 2 tahun.
Untuk diketahui sebelumnya, siswa atau santri angkatan 33 ini kurang lebih ada 125 orang terdiri dari 6 rombongan belajar (rombel) dalam 2 satuan pendidikan formal. Sebanyak 2 rombel kelas MA Assa’adah dan 4 rombel kelas SMA Plusa Asa’adah. Saya mengajar mereka sejak kelas 1 Int MA dan kelas 4 SMA atau kelas X hingga kelas 6 atau kelas XII.
Ketika mereka kelas X, saya seperti biasa mendapat jadwal mengajar hanya kelas X (baik SMA dan MA). Tahun ajaran berikutnya, tak seperti biasanya saya mendapat jam mengajar di kelas XI dan XII. Kelas XI dibagi 2 dengan dua pengajar yang berbeda pada pengampu mata pelajaran yang sama. Saya tingkat MA, pengajar satu lagi tingkat SMA. Mereka naik kelas XII, saya mengajar kelas XII dan kembali mengajar kelas X, kembali ke asal. Dilihat dari sini, mereka, terutama yang di satuan pendidikan MA Assa’adah, adalah satu-satunya angkatan yang bersama mereka saya belajar bersama selama 3 tahun lamanya.
Kebersamaan Selama 3 Tahun, di Kelas dan di Luar Kelas.
Di kelas, seperti biasa saya cukup menikmati mengajar bersama siswa, termasuk mereka. Karena hampir setahun terakhir saya ikut Guru Penggerak, jadi ada beberapa hal baru yang saya terapkan di kelas mereka. Mulai dari refleksi, hingga restitusi. Mulai dari strategi pembelajaran baru dan variatif hingga pembelajaran sosial emosi. Banyak hal baru termasuk strategi pembelajaran yang pertama saya lakukan di kelas. Yang paling saya ingat adalah jejaring teka-teki seperti permainan find treasure, namun dengan menggabungkan pengetahuan kepondokmodernan, mata pelajaran lain, hingga pengetahuan umum; saya juga pertama kali menerapkan Pembelajaran Sosial Emosional khusus bagi mereka. Hal baru bagi saya, juga bagi mereka.
Tak hanya dalam kelas, di luar kelas pun kami memiliki keterikatan. Terutama anak putra. Selain karena 2 tahun ke belakang saya masuk ke manajemen MA Assa’adah, juga karena saya menjadi wali kelas selama 2 tahun berturut-turut bagi mereka. Ini pertama kali bagi saya menjadi wali kelas berturut-turut, dan pertama kali juga menjadi wali kelas XII hingga mengantarkan mereka di wisuda. Terhadap mereka, saya harus terus memantau progres hafalan wajib dari pondok.
Mimpi Sejak 10 Tahun Lalu yang Terwujud
Semenjak dulu, saya memimpikan ada di antara siswa yang saya ajar menjadi juara OSN/KSM di Kabupaten bahkan provinsi dalam mata pelajaran saya. Mimpi itu terwujud di angkatan mereka ini. Ada satu di antara mereka yang berhasil lolos KSM di tingkat Kabupaten lalu ke provinsi hingga nyaris ke Nasional ketika menjadi juara 2 di tingkat provinsi dengan selisih nilai 2 poin saja. Hanya kalah dari MAN Insan Cendikia yang langganan OSN dan KSM tiap tahunnya itu. Untuk diketahui, KSM itu adalah Kompetisi Sains Madrasah yang diselenggarakan oleh Kemenag. Jika OSN diselenggarakan oleh Kemendikbudristek, KSM diselenggarakan oleh Kemenag. Namun begitu, baik siswa SMA maupun MA, boleh ikut keduanya.
Keterikatan-keterikatan itu yang mungkin menjadikan wisuda tahun ini lebih syahdu, khusyu, juga emosional bagi saya hingga tak terasa air mata ini jatuh saat wisuda mereka hari ini. Semoga apa yang telah mereka dapatkan, tak hanya untuk mereka simpan. Saya berharap perbedaan ruang dan jarak yang kini ada, tak dapat memisahkan keterikatan di antara mereka. Dan semoga Allah mudahkan mereka dalam proses pemberhentian sebelum melanjutkan perjalanan.
Pasirmanggu, 19 Mei 2023