Y: “Apa hujan telah mematrikan pasti jadwal jam terbangnya?Ia selalu jatuh di pukul sekian, menit sekian, detik sekian, setiap harinya..Tapi sepertinya jadwalku untuk merindu tak pernah beraturan, ia datang bahkan di waktu yang tak tepat, karena terlalu sering. Tak hanya saat hujan tiba.Bisakah rindu merapikan dirinya? Tidak usah serampangan datang. Sebab yang dirindu tak kunjung datang.”
A: “Begitulah rindu, Tang.. Ia datang tak pernah kenal waktu, lalu pergi tanpa pernah kita tahu. Tiba-tiba saja meninggalkan residu. Mungkin atas sebab itu banyak dari kita titipkan rindu pada hujan agar ia datang lebih beraturan.”
Y: “Residu yang jumlahnya gak pernah kira-kira, sampai-sampai hujan berikutnya datang lagi, pun sisa rindu masih ada.. Rindu gak bersisa loh alakh, dia selalu utuh sebelum kebutuhannya terpenuhi haha. Hujan seperti provokator yang membuat rindu makin menjadi-jadi..”
A: “Bukankah itu memang sudah menjadi tugas hujan, Tang? Seperti kata orang bilang: kalaulah malaikat makhluk Tuhan pengantar wahyu, mungkin hujan adalah makhluk Tuhan penjemput rindu.”
Y: “Penjemput dan pengantar rindu…”
A: “Lalu, sudahkah rindumu dijemput lalu diantarkan oleh hujan pada ia yang dirindu namun tak pernah datang?”
Y: “Belum, dia tak pernah tahu bahwa aku merindukannya. Tak akan pernah tahu… #curcol”
A: “Sepertinya ada yang salah pada hujan. Aku yakin dia tak melaksanakan tugas yang diberikan. Biar kulaporkan ia pada Tuhan.”
A: “Atau jangan-jangan kau menyampaikannya pada selain hujan, Tang? Sebegitu tak percayanyakah kau padanya?”
Y: “Ya, sepetinya…aku salah menyimpan rahasia, kepada selainnya..”
A: “Percakapan disudahi, segalanya telah jelas.”
Y: “Mengapa harus memberi tahu hanya kepada hujan? Jika yang dirindu tak pernah bisa membaca hujan, bagaimana?”
A: “Hmm.. mungkin kau salah merindui orang, Tang. Hhaha. Ajari ia membaca. Selain pada hujan aku belum menemukan makhluk Tuhan yang paling mahir dalam mengantarkan rindu. Mungkin kau bisa beritahu aku?”
Y: “Oh, mungkin dia hanya tak pernah (mau) tahu tentang aku dan rinduku. Ia hanya mengantar dan membaca rindu yang lain. Begitu juga alakh, alakh gak pernah tahu kan bahwa ada yang merindukan, alakh? Aku juga tak pernah tahu ada atau tidak yang merindukanku….. Pengantar rindu? Radar neptunus? Haha”
A: “Kau salah kira, Tang. Salah kira. Rindu tak selalu dalam kata-kata. Hujan bisa saja menerjemahkannya menjadi doa. Selayaknya doa, kita tak pernah tahu kan apa dan siapa yang mengirimkannya pada kita? Kita hanya tahu pada apa yang ditimbulkannya saja.”
Percakapan ini terjadi antara Achmad Anwar Sanusi dan Yulia Lintang Kinanti di dunia maya. Di dunia nyata keduanya tak pernah bertatap muka, namun di dunia maya keduanya sudah seperti berkawan lama.