“Setiap amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Aku akan membalasnya (karena orang yang berpuasa itu) meninggalkan makanannya, minumannya dan keinginan syahwatnya, semata-mata karena (perintah)-Ku”
– Hadits Qudsi
Sejenak kita akan terfokus pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Di televisi, di jagat maya, di masjid-masjid dan ruang pertemuan, di baleho pinggir jalan, hingga di pamflet atau selebaran. Di mana-mana. Sejenak kita akan melihat berbagai pemandangan yang menyejukkan. Sejenak itu adalah 30 hari kedepan dari 365 hari yang kita miliki dalam 12 bulan. Ya, sejenak kita akan menghadapi Ramadhan (Dalam KBBI penulisannya telah baku menjadi Ramadan).
Ramadan secara tak langsung adalah sekolah bagi umat Islam. Pada sekolah kita belajar. Di sekolah Ramadan pun demikian, kita belajar. Gurunya adalah Allah langsung. Mata pelajarannya: kejujuran, kesabaran, kesyukuran, empati, simpati, istiqomah, dan mata pelajaran lain yang bisa dan akan kita rasakan sendiri.
Di sekolah Ramadan kita belajar tentang kesabaran. Menahan segala hawa nafsu, dan menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa seharian, dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Bersabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah berikan.
Kita juga belajar adil di sekolah Ramadhan. Menaruh akal diatas nafsu. Menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Di sekolah Ramadhan kita belajar simpati, belajar peduli kepada orang lain hingga dari sana menjadi empati; merasakan apa yang orang lain rasakan. Kita memposisikan diri berada di tempat orang yang kita inginkan. Dengan tidak makan minum seharian itu kita dapat merasakan apa yang dirasakan mereka yang berada jauh di bawah garis kemiskinan. Menahan lapar sepanjang hari bahkan hingga dua belas bulan. Dari sini pula kita belajar arti syukur.
Di sekolah Ramadan juga kita belajar tentang istiqomah. Begitu banyak hal yang kita lakukan selama Ramadhan. Biasanya kita punya target membaca satu atau dua juz dari Al-Qur’an setiap hari. Atau mungkin menghafalkan satu doa atau satu hadits setiap hari. Ada pula mengerjakan shalat sunnah yang jarang dilaksanakan selama 30 hari. Bisa juga mencari dan mendapatkan ilmu baru setiap harinya selama 30 hari. Kita menjaga hal baik dalam jangka waktu tertentu. Kita juga belajar disiplin dari sini.
Di sekolah Ramadhan kita belajar tentang kejujuran. Bukan pada orang lain, tapi kejujuran pada diri sendiri yang lebih penting. Jujur bahwa kita tidak menelan sedikit air ketika wudhu, jujur pada diri sendiri bahwa kita tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tanpa orang lain ketahui.
Di penghujung sekolah ini nanti, semoga kita lulus dengan tidak hanya sekedar lulus. Tapi dengan meninggalkan kesan dan nilai yang memuaskan. Semoga kita dapat keluar dari Sekolah Ramadhan ini dengan predikat seperti yang telah Allah sebutkan: muttaqiin.
Dengan kelulusan itu, entah cum laude atau mumtaz, atau tidak keduanya, hanya kita dan Allah sajalah yang tahu. Ini dapat dilihat dari apa yang tercermin dari diri kita dalam menghadapi sebelas belas bulan setelah Ramadan, hingga nanti bertemu kembali di sekolah Ramadan berikutnya. Selamat bersekolah (lagi)!