Screen Time: (Tidak) Mengenalkan Gadget pada Anak

Hingga usianya dua tahun, Dzakky tidak memiliki waktu yang ia habiskan di depan layar smartphone, tablet, komputer, atau pun gawai lain, atau yang biasa kita kenal dengan screen time. Karena ia tidak mengenal itu semua.

Saya paham, pada zaman teknologi canggih seperti sekarang ini, kita sebagai orang tua perlu memperkenalkan anak dengan berbagai teknologi dan kegunaannya semenjak dini, sehingga dalam kehidupan sehari-harinya nanti anak tidak lagi merasa asing dalam menghadapi berbagai peralatan yang berteknologi canggih. Saya teramat paham itu, apalagi saya yang sebagian besar pekerjaannya terkait dunia digital.

Namun saya yakin semenjak dini itu bukan pada usia golden age, atau bahkan sebelum usia dua tahun. Bukan. Ada waktunya nanti saat anak harus kenal dengan teknologi.

Hasil Penelitian dan Usia Ideal Memberikan Gadget pada Anak

Usia 0-2 tahun merupakan masa perkembangan otak anak paling pesat. Penting sekali bagi anak untuk mengeksplorasi apa saja yang ada di sekitarnya. Segala macam eksplorasi mulai dari rangsangan suara, penglihatan, rasa, atau tekstur. Dan rangsangan terbaik bagi perkembangan otak bisa didapat saat anak berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Perkembangan anak usia 0-2 tahun akan terpusat pada eksplorasi lingkungan sekitar, perkembangan sensorik motorik, pengenalan bahasa, dan aktivitas sehari-hari mereka.

Saya dan istri sepakat dan berkomitmen untuk tidak mengenalkan dan memberikan gadget pada anak kami minimal sebelum dua tahun. Terutama anak pertama kami. Kami membuat aturan yang ketat terkait ini. Bukan hanya membatasi, namun bahkan tidak mengenalkan dan memberikan gadget sama sekali.

Kami hanya ingin membiarkan anak kami tumbuh dengan normal, bersahabat dengan lingkungan sekitarnya hingga bertumbuh kembang dengan baik.

Apalagi screen time berlebih pada anak bisa mendatangkan sejumlah efek buruk. Mulai dari menghambat perkembangan bahasa, gangguan perilaku, masalah tidur, sulit berkonsentrasi bahkan menurut yang saya baca juga frustasi dan kehilangan empati.

Terlebih ada pula survei yang mengungkapkan bahwa anak-anak sekarang mulai usia 4 tahun sudah punya perangkat mobile sendiri tanpa pengawasan orang tua. Bahkan 70 persen orang tua mengaku memang mengizinkan anak-anak mereka yang usianya 6 bulan sampai 4 tahun bermain perangkat mobile ketika mereka sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, serta 65 persen melakukan hal yang sama untuk menenangkan si anak saat berada di tempat umum. Sebagian besar kita pasti tidak memungkiri bahkan seringkali menyaksikan pemandangan dari hasil penelitian itu.

Usia Ideal Memberikan Gadget pada Anak

Kalo menurut Konsultan Psikologi Achsinfina H. Sinta, M.Psi, gadget untuk anak dapat diberikan saat memasuki usia sekolah yaitu sekitar usia 7 tahun. Yang terpenting, tidak boleh berlebihan. Harus ada aturan untuk screen time pada anak. Anak di bawah usia 5 tahun tidak disarankan untuk diberikan.

Kalo menurut Bill Gates, usia 14 tahun adalah usia ideal memiliki gawai atau gadget pada anak. Ia memberikan aturan ketat terkait screen time pada anak.

Kalo saya dulu, seingat saya, ponsel pertama saya adalah saat lulus SMA sekitar umur 18 tahunan lah. Bermain laptop atau komputer saat lulus SMP.

WHO, World Health Organization, atau Organisasi Kesehatan Dunia sudah memberikan pedoman screen time pada balita sejak tahun 2019 lalu. WHO sama sekali tidak menganjurkan bayi dengan rentang usia 0-18 bulan untuk mendapatkan screen time. Lebih dari itu diperbolehkan, selama tidak lebih dari 1 jam, tidak jadi penonton pasif, digunakan untuk kesempatan belajar, dan video call.

Jika menurut kami, minimal 24 bulan atau 2 tahun, maksimal 5 tahun anak baru boleh menggunakan gadget. Karena ya tadi, 0-2 tahun adalah masa perkembanganĀ otak anak paling pesat anak. Karena WHO pun memberikan catatan, semakin sedikit waktunya semakin baik.

Tips Tidak Mengenalkan Gadget pada Anak Sebelum Dua Tahun

Jadi ini adalah pengalaman saya dan istri bagaimana kami tidak mengenalkan gadget pada anak pertama kami, Dzakky Muttaqin Nurmadani, sebelum usianya dua tahun. Bukan membatasi, tapi tidak memberikan dan mengenalkan gadget padanya, sama sekali. Hingga kini, usianya telah dua tahun lewat beberapa bulan pun dia masih belum mengenal gadget. Mungkin sebatas tahu bahwa mamah dan ayahnya punya handphone, dan melihat gambar mobil di laptop, atau mendengar adzan atau mengaji dari tablet.

Berikut beberapa hal yang kami lakukan dalam upaya tidak mengenalkan gadget pada Dzakky:

Tidak Memperlihatkan pada Anak Ketika Bermain Gadget

Sebisa dan semampu mungkin untuk tidak memperlihatkan pada anak saat bermain handphone. Pada akhirnya, saat dia melihat handphone tergeletak dengan tidak sengaja, dia akan membiarkannya karena tidak mengenalnya dan bukan sesuatu yang selalu dipegang orang tuanya karena tidak pernah melihat orang tuanya memegang benda itu.

Anak mencontoh orangtuanya. Jika kita ingin anak tidak terlalu sering menggunakan gawai, sebaiknya kita melakukan hal yang sama. Jika sulit, minimal tidak memperlihatkan kepada anak saat kita memegang gawai tersebut.

Saat Ada Panggilan atau Hendak Membalas WhatsApp, Lakukan di Kamar atau Tutupi Ponselnya

Ini yang sering ditanyakan. Terus kalo balas WA penting atau ada panggilan penting, bagaimana? Jika ada anak, saya sering sekali membalas WA sambil menyembunyikan ponselnya di balik bantal, buku, atau pintu. Pun ketika ada panggilan penting sekali yang hars saya teruma dan tak bisa saya tolak, saya akan pergi ke kamar atau ruang lain yang tak terlihat anak. Jika masih bisa untuk tidak diangkat itu yang biasanya saya lakukan.

Lebih Banyak Memperlihatkan Membaca Buku atau Al-Qur’an

Jika saya akan membaca Al-Qur’an, saya langsung membukanya di dekat Dzakky. Pun jika saya akan membaca buku. Pasti saya lakukan di depannya. Selain memperlihatkan bahwa yang kita pegang adalah buku atau Al-Quran, bukan handphone. Setelah dia agak besar dan lebih dari 6 bulan, biasanya dia akan mengejar dan ikut membaca atau menyentuh bahkan merobeknya. šŸ˜€

Menemani Anak Bermain Tanpa Memegang Smartphone

Ini yang sering kita temukan di kehidupan sehari-hari. Ibu atau ayah atau pengasuh menemani anak bermain, namun tanganya sambil memegang handphone dan matanya tertuju pada layar ponselnya. Sesekali pada anak, lebih banyak pada layar.

Bagi orang tua kekinian yang tidak mau ribet dan terganggu dengan tangisan anaknya, menyodorkan smartphone supaya anaknya anteng, fokus ke layar HP adalah jalan terbaik. Tapi bagi kami sama sekali tidak. Dan itu mutlak bukanlah sebuah pilihan.

Mengajak Interaksi Setiap Waktu

Konon kabarnya, interaksi dengan realita kehidupan akan dapat mewarnai rasa kasih dan kemanusiaan dalam perjalanan pribadi seseorang. Saya cukup setuju dan meyakini hal tersebut. Walau belum sepenuhnya yakin karena memang belum merasakan dampak langsung. Tapi setidaknya dengan tidak mendekatkan dengan gadget, anak kami memiliki waktu lebih banyak berinteraksi dengan orang tua dan lingkungannya. Begitu banyak dampak positif yang kami rasakan dan dapatkan dengan tidak mengenalkan gadget pada Dzakky sedini mungkin. Di kesempatan lain saya akan berbagi tentang hal itu.

Saya terkadang sedih melihat anak, yang bahkan belum dua tahun menjadi pengguna pasif dan dibiarkan sendirianĀ menikmati gadget atau gawai orang tuanya. Jika melihat ini, saya suka teringat sebuah kalimat sarkas: “dilahirkan manusia, diasuh sosial media (dan dunia maya).” Maka alangkah lebih baik bagi saya untuk tidak membiarkan anak-anak saya termasuk golongan manusia-manusia yang dibesarkan dunia maya.

Sekian. Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *