“Saat di pondok, kita sebagai santri selalu taat shalat dan puasa, namun saat di rumah kita menjadi malas. Apakah hal ini termasuk realitas palsu?” tanya salah seorang santriwati dalam sesi tanya jawab diskusi yang mengundang tepuk tangan dan gelak tawa dari sebagian besar audiens yang hadir malam itu.
Pertanyaan itu hadir di akhir diskusi santai pada Jum’at malam, 18 November 2022, selepas isya bertajuk Ngopi, Ngobrol Inspirasi, dengan tema Pesan Dakwah dan Cinta di Rumah Tuhan yang dibawakan oleh seorang doktor filsafat dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Acara ini merupakan salah satu dari Gerakan Literasi Milenial yang digagas oleh K.H. Mujiburrahman, M.Ag., pimpinan Pondok Pesantren Modern Ass’adah, Cikeusal, Serang, Banten.
Di hadapan ratusan santriwan dan santriwati pondok pesantren tingkat 6 dan 5, setara kelas XI dan XII di sekolah umum, Dr. Fahruddin Faiz membawa pesan untuk para santri dengan judul “Santri dan Tuntutan Peran Kekinian.”
Pertanyaan dari santri itu sendiri menanggapi salah satu materi dalam kajian Dr. Fahruddin Faiz tentang simulakra. Simulakra sendiri memiliki makna realitas semu atau palsu. Sebuah konstruksi pikiran imajiner manusia atas realitas tanpa menghadirkan realitas itu sendiri secara esensial. Atau jika dalam KBBI, simulakra dimaknai sebagai dunia yang ditandai dengan pengambilalihan kebenaran oleh kebenaran yang bersifat fiktif, retoris, dan palsu; realitas semu. Istilah simulakra ini dipopulerkan oleh seorang filsuf Prancis, Jean Baudrillard, ketika menjelaskan konsep hiperrealitas.
Untuk diketahui Fahruddin Faiz merupakan seorang doktor dari UIN Sunan Kalijaga. Beliau lahir di Mojokerto pada 16 Agustus 1975. Meraih S-1 hingga S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dari 1998 hingga 2014 pada jurusan Aqidah Filsafat dan Studi Islam. Selain sebagai dosen filsafat di almamater dan beberapa perguruan tinggi, beliau juga mengasuh sebuah kajian yang disebut Ngaji Filsafat, sebuah kajian agama rutin berbalut fisafat yang dilaksanakan di Masjid Jenderal Sudirman, Yogyakarta semenjak tahun 2013, hampir 10 tahun lalu.
Salah satu yang dipesankan oleh Dr Faiz, begitu panggilannya, pada kegiatan Ngopi ini adalah tentang tantangan teknologi dan dunia digital. Tiga dari tantangan utama di masa kini selain tantangan sistem hidup dan kemanusiaan.
Tantangan teknologi terdiri dari tiga hal yaitu silumakra, banjir informasi, dan ekstase komunikasi. Ketiganya berhubungan erat dengan literasi. Karena literasi yang rendah menjadi penyebab utamanya. Seringkali kita saksikan fenomena hoaks sangat subur dan bertebaran di dunia media sosial saat ini. Betapa mudahnya kita menyebarkan informasi yang belum tentu kebenaran dan kebsahannya. Semua itu berawal rendahnya literasi kita.
Pesan-pesan yang disampaikan begitu penting. Bagaimana melihat permasalahan yang dialami umat Islam dan umat manusia dipandang dari perspektif filsafat. Karena filsafat sendiri adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Filsafat mengajarkan cinta kebijaksanaan, berpikir inklusif, berwawasan luas, berpikir yang logis secara sistematis, radik, dan universal. Maka tidak heran luas dan dalamnya materi yang disampaikan dalam kegiatan Ngopi, Ngobrol Inspirasi, ini seluas objek kajian filsafat.
Adalah sebuah keberuntungan bagi santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Modern Assa’adah mengenal filsafat semenjak mereka di pesantren. Karena biasanya, ilmu filsafat dianggap berat sehingga baru akan dikenalkan saat beranjak dewasa ketika menjadi mahasiswa. Santri memang perlu mendengarkan hal-hal berbau filsafat, walau mungkin tak semua materi tentang filsafat itu dapat diterima. Tapi mengenalkannya dirasa perlu sejak remaja. Berkat Dr. Faiz, filsafat yang dianggap berat ini dikemas dan dibawakan dengan ringan sehingga dapat diterima oleh santri tanpa harus banyak mengerutkan dahi berkali-kali. Namun terlihat santri justru lebih banyak menganggukkan kepala berkali-kali. Hal ini sesuai dengan definisi literasi milenial itu sendiri, yang kata Dr. Faiz, adalah belajar berilmu bagi kaum muda yang tak hanya di perpustakaan atau ruang kelas tapi menerjemahkannya ke kehidupan sehari-hari.
Pasirmanggu, penghujung November 2022