Menjalin Persahabatan

Minggu, 24 Juli 2005

Hari ini adalah hari pertama aku masuk asrama SMA CMBBS. Walaupun aku sedikit terlambat dari yang lain, karena beberapa urusan (biasalah orang sibuk), tapi aku merasa senang sekali saat pertama memasuki kamarku yang akan menjadi tempat tinggalku untuk tiga tahun ke depan. Pokoknya hatiku bahagia sekali, mungkin tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Dalam hatiku berkata, Alhamdulillah mimpi yang selama ini kumimpi-mimpikan akhirnya menjadi kenyataan, puji syukur aku panjatkan kepada-Mu ya Allah.

 Di sini, di kamar ini, aku tinggal bersama empat manusia yang akan menjadi kawan dan sahabatku untuk ke depan selama aku di sini dan semoga selamanya. Aku berkenalan dengan mereka dan sebaliknya. Sambil menata dan merapikan ruang tidur, kami saling mengobrol untuk lebih mengenal satu sama lain, walaupun kami sering berdiam satu sama lain (maklum belum kenal, nanti juga terbiasa kok).

……………..

Tulisan seringkali berhasil membawa kita ke masa silam melintasi waktu. Membuka memori yang terpendam di masa lalu. Pun begitu dengan sepenggal kutipan di buku catatan pribadi saya di atas, sedikit dapat menggambarkan apa yang dirasakan 10 tahun yang lalu. Walau setiap dari kami tentu memiliki kisah yang berbeda di hari itu.

Empat manusia siswa yang saya sebutkan di buku catatan itu kemudian dikenal dengan nama: Rifa Rusiva, Ganis Khufad Ar-Ridho, Iyus Yusuf dan Dedi (Faqot).

Wisuda S1 Rifa Rusiva

Rifa Rusiva kini telah menjadi seorang dosen Diploma Institut Pertanian Bogor sambil mengejar cita-cita masa kecilnya menjadi insinyur pertanian dengan melanjutkan S2 di kampus yang sama. Kini ia tinggal di Kota Bogor bersama istri tercintanya. Walau menjadi yang termuda di antara kami berlima, ia satu-satunya yang telah berkeluarga. Memang, menikah bukan tentang perkara usia. Di antara kami berlima pula, ia yang paling paling terkenal di angkatan. Kisah-kisah tentangnya banyak bertebaran di memori setiap teman-teman se- atau bahkan lintas angkatan. Setiap kali reuni atau ada perkumpulan, seringkali ia menjadi topik pembicaraan. Bahkan saya pernah membuat sedikit coretan tentangnya 6 tahun silam dalam Kontradiksi.

Wisuda S1 Ganis Khufad

Ganis Khufad Ar-Ridho baru saja menjadi abdi negara di Kemenkumhan RI di Rasun Said sana. Kosan miliknya paling sering saya inapi jika ada urusan ke Jakarta. Pun ketika di Serang dan butuh bantuan, tak ada lagi yang dituju selain rumahnya. Dari  hutang uang hingga hutang budi saya punya kepadanya. Hutang uang dapat dibayar, hutang budi di bawa sampai mati. Semenjak lulus SMA ia didaulat menjadi ketua angkatan pertama. Mengingat jabatannya itu, ia paling dekat dengan kami semua. Dari yang tak pernah muncul, hingga yang sering muncul di antara 46 teman-teman seangkatan jaman SMA.

Wisuda S1 CM01 UI termasuk Iyus Yusuf di dalamnya.

Iyus Yusuf juga telah diangkat menjadi PNS di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah menteri favorit saya: Anies Baswedan. Menjadi kaum urban dengan tinggal di Depok sendirian. Sepertinya ia akan mengubah KTP-nya menjadi warga Depok dari sebelumnya Pandeglang seperti teman-teman yang lainnya telah lakukan. Jika hal itu terjadi, mungkin saya adalah orang yang pertama kali dikecewakan.:p

Wisuda S1 Dedi, kurang Iyus nih.

Dedi Faqot. Sesungguhnya nama yang ia miliki hanyalah Dedi. D.E.D.I, tak lebih. Saat itu kami memberi tambahan ‘faqot’ pada akhir namanya yang berarti ‘saja’. Mirip seperti nama Dik Doank, begitu maksudnya. Kami tahu itu mengada-ada, tapi begitulah nasib orang Indonesia yang memiliki nama dengan hanya satu kata. Dedi ini kini telah menjadi eksekutif muda di salah satu perusahaan multinasional di Ibukota. Katanya tugas dinasnya tak hanya keluar kota, namun keluar negeri juga. Mengingat perusahaan tempat ia bekerja adalah perusahaan skala internasional. Konon kabarnya, ia pun diupahi dollar oleh mereka.

Lalu saya sendiri, Achmad Anwar Sanusi, dengan sok idealisnya *coret* memutuskan meninggalkan segala gemerlap metropolitan dan menetap di sebuah kampung yang namanya bahkan tak ada di peta, di google maps sekali pun tidak. Berusaha menjadi manusia bebas walau dikutuki banyak orang. Menjadi penulis lepas pada sebuah media, mengajar mengaji anak-anak desa, dan membangun bisnis pribadi sebagai jalan usaha untuk terus dapat membiayai hidup sambil menyelesaikan studi yang terlunta-lunta.

10 tahun lalu kami berlima bertemu di sebuah kamar sederhana, menjalani hari-hari bersama, belajar dan berkegiatan baik di sekolah atau pun di asrama 3 tahun lamanya. Fase hidup yang hingga kini masih berbekas dan mungkin hingga bertahun-tahun mendatang. Salah satu episode hidup yang patut disyukuri dan patut di simpan dalam kenangan tak terlupakan.

Hari ini, 24 Juli 2015, sesungguhnya adalah momentum yang tepat untuk mengenang hari itu. Hari pertama saat kami bertemu. Hari pertama kami merajut mimpi satu persatu. Hari pertama kami menjalin persaudaraan yang hingga kini masih bertahan.

Hari ini, 24 Juli 2015, sesungguhnya ada harap untuk bertatap muka, ada harap untuk dapat saling menatap dan bertegur sapa. Mengulang kebersamaan saat pertama kali bertemu dan mengawali semua, Setidaknya mengenang persahabatan yang telah terjalin cukup lama.

Namun jika pun tidak, hanya doa yang dapat dikirim agar dapat menggantikan. Semoga jalinan ini bertahan hingga tua nanti -bahkan hingga surga. Terbayang dalam kepala bagaimana anak cucu kami nanti berkenalan atau bahkan mungkin terjodohkan. 😀

Pandeglang, 24 Juli 2015

Yang sedang ingin mengenang

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *