Setiap kali Upacara Seba Baduy, seringkali muncul di media berita-berita dengan headline ‘Baduy Bawa Pesan Damai’ dan sejenisnya. Pesan damai yang disampaikan tokoh Baduy, salah satunya Ayah Mursid, seputar harapan pemerintah agar menjaga kerukunan masyarakat, menjaga keseimbangan alam, menjaga kelestarian alam, terutama Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang merupakan tempat sebagian wilayah adat suku Baduy berada.
Pesan ini sesungguhnya sudah mendarah daging dalam adat suku Baduy yang tertuang dalam pikukuh mereka. Pikukuh itu seperti pegangan dalam mengarungi kehidupan atau aturan adat mutlak masyarakat adat suku Baduy yang tak bisa diganggu gugat. Pikukuh itu hampir berisi segala hal yang berkaitan dengan hidup orang Baduy, seperti undang-undang tak terutulis bagi masyarakat suku Baduy. Isinya seperti pepatah yang menyerupai bait-bait pantun. Pesannya pun beragam, mulai dari perintah ketaatan pada hukum adat, memelihara alam, dan juga tentang pesan damai atau perilaku yang menjaga perdamaian. Berikut beberapa diantaranya:
Gunung teu meunang dilebur (Gunung tak boleh dihancur)
Lebak teu meunang diruksak (Lembah tak boleh dirusak)
Larangan teu meunang ditempak (Larangan tak boleh dilanggar)
Buyut teu meunang dirobah (Buyut tak boleh diubah)
Lojor teu meunang dipotong (Panjang tak boleh dipotong)
Pondok teu meunang disambung (Pendek tak boleh disambung)
Mipit kudu amit (Mengambil harus pamit)
Ngala kudu menta (Memetik harus minta)
Ngeduk cikur kudu mihatur (Mengambil kencur harus memberitahukan yang punya)
Nyongkel jahe kudu micarek (Mencungkil jahe harus memberi tahu)
Ngagedag kudu beware (Mengguncang pohon supaya buahnya berjatuhan harus memberitahu terlebih dulu)
Nyaur kudu diukur (Bertutur harus diukur)
Nyabda kudu diunggang (Berkata harus dipikirkan supaya tidak menyakitkan)
Ulah ngomong sageto-geto (Jangan bicara sembarangan)
Ulah lemek sadaek-daek (Jangan bicara seenaknya)
Ulah maling papanjingan (Jangan mencuri walaupun kekurangan)
Kudu jadi kuntul sauruyan
Kudu jadi walik sagiringan
Kudu jadi gagak sagelangan
Kudu bisa silih asah, silih asih, silih asuh
Selain itu, banyak pula kearifan lokal suku Baduy yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bertahan selama berabad-abad. Jika dikorelasikan hal tersebut juga mengandung pesan damai dan/atau sebuah upaya dalam menjaga perdamaian secara tidak langsung. Beberapa diantaranya:
- Larangan tidak boleh memelihara dan memakan hewan berkaki empat
- Berjalan beriringan tanpa bergandengan yang bisa menghalangi jalan
- Tidak suka berdebat dan menyanggah pembicaraan orang lain
- Mandi di sungai tidak pahulu-hulu (paling hulu)
- Tidak pernah ada kasus kriminalitas di Baduy
- Tidak pernah ada warga Baduy terlibat perkara hukum
- Tidak suka memulai dan melakukan perkelahian. Lebih suka mengalah/menghindari konflik
- Tidak membuat rumah dengan dipaku, pondasi tidak dengan menggali tanah
- Larangan poligami
Penulis yakin masih banyak lagi sebenarnya pikukuh, kearifan lokal suku Baduy yang memiliki peran secara langsung atau pun tidak langsung dalam menjaga perdamaian. Namun karena keterbatasan ingatan dan sumber daya, Penulis belum dapat menuliskan semuanya. Jika ada tambahan, akan ditambahkan di lain waktu dan kesempatan. Sekian.
Achmad Anwar Sanusi, Owner Baduy Corner