Rasa-rasanya bulan Juni akan menjadi bulan paling ‘panas’ tahun ini. Seperti yang kita tahu, tak lama lagi kita akan punya pemimpin baru. Dan dua pertiga dari Juni dipilih untuk digunakan kampanye secara resmi. Aku sebenarnya heran, kenapa harus Juni?
Maka di bulan ini, mungkin bukan hujan yang bijak lagi arif seperti kata Sapardi yang akan kita temui. Akan kita temukan banyaknya caci, maki dan benci di sana-sini. Saling serang antar pihak menjadi biasa. Kata-kata ejekan menjadi makanan sehari-hari di dunia maya.
Mungkin bukan pula hujan yang sabar yang akan datang. Tapi berbagai macam serangan, ejekan, dan aib dari para calon pemimpin kita yang akan diumbar. Alih-alih menampakkan keunggulan, tak lengkap rasanya bagi kita tanpa memperlihatkan kebobrokan lawan. Cir..!
Kampanye pemilu kali ini tak seperti kampanye 5 atau bahkan 10 tahun lalu. Ketika itu media sosial belum menjamur dan menjadi dunia kedua bagi masyarakat kita. Kali ini ia menjelma menjadi wadah yang dirasa mudah untuk berkampanye, untuk bersuara, bahkan tanpa etika. Bulan-bulan sebelumnya sudah terlalu banyak jenis kampanye kita saksikan. Maka bisa dipastikan pada bulan ini akan lebih banyak lagi bemacam cara kampanye akan kita temukan.
Jika di antara kita merasa jengah, coba ke media sosial sebelah. Cari kicauan bertagarkan #kampanyepositifplease, #kampanyeadem, #kampanyepostif atau sejenisnya. Semoga ia bisa menjadi obat dari kejengahan.
Atau coba sesekali tinggalkan dunia maya, pergi ke dunia nyata lalu pergi ke desa-desa. Di sana politik menjadi biasa saja. Tak mewah, tak megah. Tak ada perkelahian dan caci maki hanya karena berbeda pilihan.
Jika masih tetap jengah bahkan makin muak, mohon sabar saja. Setelah 9 Juli perdebatan dan pekelahian ini akan segera diakhiri. Semua ini akan berakhir. Sabar saja.
Tiba-tiba aku berharap pada Tuhan semoga sepanjang bulan ini turun hujan. Hujan sebijak, searif dan sesabar kata Sapardi. Jikapun hujan itu tak turun ke bumi, semoga ia turun ke hati setiap orang di negeri ini.