Jenis-jenis Riba Yang Perlu Kamu Ketahui

Riba merupakan hal yang dilaknat oleh Allah SWT. Berikut jenis-jenis riba yang perlu kamu ketahui agar terhindar dari perbuatan ini:

Jenis-jenis riba
Gambar Jenis-jenis riba (source: pexels)

Riba Fadhl (riba karena adanya penundaan)

Riba fadhl adalah pertukaran antara barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis ‘barang ribawi’.

Para ulama menyepakati bahwa ada 6 komoditi barang ribawi yaitu, emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Sehingga enam komoditi tersebut dapat/boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Apabila barter dilakukan antara komoditi yang sama, maka ada 2 persyaratan yang harus dipenuhi: 

Syarat yang pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Penyerahan barang pembelian atau barter harus langsung diserahkan seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter barter berpisah, alau hanya sejenak.

Syarat yang kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antar barang.

Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka jual beli/pertukaran tersebut tidaklah sah, dan (uang/barang) haram dimakan.

Menurut mayoritas ulama, riba juga berlaku pada selain enam komoditi tadi. Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan alasan. Namun terdapat selisih diantara ulama mengenai apa alasan dari masing-masing komoditi.

Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum riba fadhl.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lainnya makanan pokok yang dapat disimpan. Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl semacam beras, jagung, dan sagu.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lainnya adalah sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok atau bukan, berlaku pula hukum riba.

Pendapat lain mengatakan bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lainnya adalah bahan makanan yang ditakar atau ditimbang.

Namun ada pendapat yang lebih bagus lagi bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak. Sedangkan komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar dengan kalung emas, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan alat untuk jual beli.

Riba Nasi’ah (riba karena adanya penundaan)

Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan barang berjenis ribawi dengan barang berjenis ribawi lainnya. Ini terjadi karena adanya pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukar dua barang yang tergolong komoditi ribawi (emas, perak, kurma, gandum dan garam), baik satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya.

Dari enam komoditi ribawi dapat kita kelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama adalah emas dan perak. Sedangkan kelompok kedua adalah empat komoditi lainnya (kurma, gandum, sya’ir dan garam).

Jika sesama jenis komoditi di atas dibarter maka di sini harus terpenuhi dua syarat, yaitu kontan dan timbangannya harus sama. Jika syarat ini tidak terpenuhi dan kelebihan timbangan atau takaran ketika barter, maka ini masuk riba fadhl.

Jika komoditi di atas berbeda jenis dibarter, namun masih dalam satu kelompok maka di sini hanya harus terpenuhi satu syarat, yaitu kontan, sedangkan timbangan atau takaran boleh berbeda. Jadi, jika beda jenis itu dibarter, maka boleh ada kelebihan timbangan atau takaran, maka pada point kedua ini berlaku riba nasi’ah jika ada penundaan ketika barter dan tidak terjadi riba fadhl.

Jika komoditi tadi berbeda jenis dan juga kelompok dibarter, maka di sini tidak ada syarat, boleh tidak kontan dan boleh berbeda timbangan atau takaran.

Contoh riba nasi’ah adalah barter emas. Misalnya emas 24 karat ingin dibarter dengan emas 21 karat dengan timbangan yang sama. Akan tetapi emas 24 karat baru diserahkan satu minggu lagi setelah transaksi dilaksanakan. Ini yang dimaksud riba nasi’ah karena sebab adanya penundaan.

Misalnya lagi adalah dalam masalah tukar menukar uang karena uang dapat dianalogikan dengan emas dan perak. Sufyan ingin menukarkan uang kertas Rp 100.000,- dengan pecahan Rp 1000,- kepada Ahmad. Akan tetapi karena Ahmad pada saat itu hanya memiliki 60 lembar Rp 1000,- , maka 40 lembarnya lagi dia serahkan satu jam kemudian setelah terjadinya akad. Penundaan ini termasuk dalam riba nasi’ah.

Riba nasi’ah juga disebut riba jahiliyah. Riba ini adalah riba yang paling berbahaya dan paling diharamkan.

Riba Al Qardh (riba dalam hutang piutang)

Riba Al Qardh adalah riba yang terjadi karena proses hutang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungn bunga dari orang yang meminjamkan uang atau orang yang berhutang.

Riba dalam hutang piutang dapat digolongkan dalam riba nasi’ah. Yang dimaksud dengan riba al qardh dapat dicontohkan dengan meminjamkan uang seratus ribu lalu disyaratkan mengambil keuntungan ketika pengembalian yang bisa berupa materi atau jasa. Ini semua adalah riba dan pada hakikatnya bukan termasuk mengutangi.

Bentuk pengambilan keuntungan dalam utang piutang terlarang karena yang namanya utang piutang adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika dipersyaratkan adanya tambahan ketika pengembalian utang, maka itu sudah keluar dari tujuan utama mengutangi yaitu untuk tolong menolong.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada piutang bersamaan dengan jual beli (mencari keuntungan).” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan An Nasaa’i. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Jika ada yang mengatakan, “Kami diberi tambahan dalam pengembalian hutang sebagai yang kami syaratkan karena sudah sama-sama ridho (alias suka sama suka). Lalu kenapa mesti dilarang?” Ada dua sanggahan mengenai hal ini : 

Pertama, ini tetap dikatakan suatu kezholiman karena di dalamnya terdapat pengambilan harta tanpa melalui jalur yang dibenarkan. Jika seseorang yang berhutang telah masuk masa jatuh tempo pelunasan dan belum mampu melunasi hutangnya, maka seharusnya orang yang menghutangi memberikan tenggang waktu lagi tanpa harus ada tambahan karena adanya penundaan. Jika orang yang menghutangi mengambil tambahan tersebut, ini berarti dia mengambil sesuatu tanpa melalui jalur yang dibenarkan. Jika orang yang berhutang tetap ridho menyerahkan tambahan tersebut, maka ridho mereka pada sesuatu yang syari’at ini tidak ridhoi tidak dibenarkan. Jadi, ridho dari orang yang berhutang tidaklah teranggap sama sekali.

Kedua, pada hakikat senyatanya, hal ini bukanlah ridho, namun pemaksaan. Orang yang menghutangi sebenarnya takut jika orang yang berhutang tidak ikut dalam mu’amalah riba semacam ini. Ini adalah ridho, namun senyatanya bukan ridho.

Itulah jenis-jenis riba yang perlu kita ketahui. Semoga dengan mengetahui jenis-jenis riba ini, kita dapat terhindar dari kehinaan dan laknat karena riba. Amiin.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *