Hukum Dasar Kimia

Stoikiometri berasal dari bahasa latin yaitu stoicheion artinya unsur atau bagian dan metron artinya ukuran. Stoikiometri dalam kimia mempelajari aspek kuantitatif reaksi kimia atau rumus kimia. Aspek kuantitatif ini diperoleh melalui pengukuran massa, volume dan sebagainya yang terkait dengan jumlah atom, ion, molekul, atau rumus kimia serta keterkaitannya dalam suatu reaksi kimia. Pembahasan pertama dalam Stoikiometri adalah tentang Hukum Dasar Kimia.

Hukum Dasar Kimia berisi metode-metode ilmiah skala laboratorium yang sudah terstandarisasi. Hukum dasar kimia merupakan teori yang merumuskan fakta-fakta empiris dari berbagai observasi dan eksperimen kimia berulang-ulang menggunakan metode ilmiah. Hukum dasar Kimia yang dimaksud meliputi hukum Lavoisier, hukum Proust, hukum Dalton, hukum Gay-Lussac, dan hipotesis Avogadro.

Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)

Hukum Lavoisier dicetuskan oleh ilmuwan asal Prancis, yaitu Antonie Laurent Lavoisier. Dalam penelitiannya, Lavoisier membakar merkuri cair berwarna putih dengan oksigen sampai dihasilkan merkuri oksida berwarna merah. Tidak sampai situ saja, Lavoisier memanaskan merkuri oksida sampai terbentuk merkuri cair berwarna putih dan oksigen.

Dari penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa massa oksigen yang dibutuhkan pada proses pembakaran sama dengan massa oksigen yang terbentuk setelah merkuri oksida dipanaskan. Oleh karena itu, hukum Lavoisier dikenal sebagai hukum kekekalan massa. Adapun pernyataan hukum Lavoisier adalah sebagai berikut.

“Massa total zat sebelum reaksi sama dengan massa total zat setelah reaksi”

Hukum Lavoisier

Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)

Seorang ilmuwan asal Prancis, Joseph Louis Proust, meneliti perbandingan massa unsur yang terkandung di dalam suatu senyawa pada tahun 1799. Penelitian itu membuktikan bahwa setiap senyawa tersusun atas unsur-unsur dengan komposisi tertentu dan tetap. Oleh karena itu, hukum Proust dikenal sebagai hukum perbandingan tetap. Adapun pernyataan hukum Proust adalah sebagai berikut.

“Perbandingan massa unsur-unsur yang menyusun suatu senyawa selalu tetap”

Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)

Seorang ilmuwan asal Inggris, John Dalton, melakukan penelitian dengan membandingkan massa unsur-unsur pada beberapa senyawa, contohnya oksida karbon dan oksida nitrogen. Senyawa yang digunakan Dalton adalah karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Dari perbandingan keduanya, diperoleh hasil sebagai berikut.

SenyawaMassa CMassa OMassa C : Massa O
CO1,2 gram1,6 gram3 : 4
CO21,2 gram3,2 gram3 : 8

Jika massa karbon di dalam CO dan CO2 sama, massa oksigen di dalamnya akan memenuhi perbandingan tertentu. Perbandingan massa oksigen pada senyawa CO dan CO2 yang diperoleh Dalton adalah 4 : 8 = 1 : 2. Dengan demikian, hukum Dalton dikenal sebagai hukum perbandingan berganda. Berikut ini pernyataan hukum Dalton.

“Jika dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa dengan salah satu massa unsur dibuat tetap, maka perbandingan massa unsur lainnya dalam senyawa tersebut merupakan bilangan bulat sederhana.”

Hukum Dalton

Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay Lussac)

Hukum Gay Lussac dicetuskan oleh ilmuwan asal Prancis, yaitu Joseph Gay Lussac. Lussac meneliti tentang volume gas dalam suatu reaksi kimia. Berdasarkan penelitiannya, Lusac mengambil kesimpulan bahwa perubahan volume gas dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Pada suhu dan tekanan tertentu, 1 liter gas nitrogen bisa bereaksi dengan 3 liter gas hidrogen menghasilkan 2 liter gas amonia. Adapun persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

N2 + 3 H2 –> 2 NH3

Adapun pernyataan hukum Gay Lussac adalah sebagai berikut:

“Pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan volume gas yang bereaksi dan hasil reaksi merupakan bilangan bulat sederhana.”

Hukum Gay Lussac

Hipotesis Avogadro

Hipotesis Avogadro dicetuskan oleh seorang ilmuwan asal Italia, Amadeo Avogadro, pada tahun 1811. Avogadro menyatakan bahwa partikel unsur tidak selalu berupa atom yang berdiri sendiri, melainkan bisa berbentuk molekul unsur, contohnya H2, O2, N2, dan P4. Berdasarkan pemikiran tersebut, Avogadro berhasil menjelaskan hukum Gay Lussac dan membuat hipotesis sebagai berikut.

“Pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan volume gas yang volumenya sama memiliki jumlah molekul yang sama pula.”

Hipotesis Avogadro

Dengan adanya hipotesis tersebut, diperoleh bahwa perbandingan volume gas sama dengan perbandingan koefisien. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.

Koefisein X/Kofiesien Y = Volume X/Volume Y = Jumlah Molekul X/Jumlah Molekul Y

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *