Tafsir Ayat Tentang Puasa: Al-Baqarah 183

Puasa adalah menahan diri makan, minum, nafsu serta dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.  Perintah melaksanakan puasa telah disampaikan oleh Rasulullah SAW melalui firman Allah SWT dalam ayat al-qur’an. Al-Qur’an sendiri diturunkan ke muka bumi ini pada tanggal 17 Ramadhan. Dalam ayatnya sudah banyak terdapat perintah-perintah untuk berpuasa seperti keutamaan puasa, puasa di bulan Ramadhan, hal yang membatalkan puasa, dan lain-lain.

Anjuran Puasa

Puasa sangat dianjurkan untuk dilaksanakan sebagaimana Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab:35). Pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa betapa pentingnya keutamaan muslim dalam menjalankan puasa. Puasa sendiri juga termasuk rukun Islam yang ke-4. 

Dalil Puasa dalam Alquran

Dalam ayat Al-Qur’an terdapat dalil yang mewajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Pada surat Al-Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Dalam firman tersebut menjelaskan bahwa hukum puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap umat muslim. Selain itu, puasa bertujuan untuk membersihkan jiwa, menyucikan diri, serta membebaskan dari segala sesuatu yang buruk dan akhlak yang tidak terpuji atau tercela. 

Dalam berpuasa, terdapat hal-hal yang membatalkan puasa seperti berjima’ atau bersetubuh. Pada surat Al-Baqarah ayat 187, Allah SWT berfirman, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” Pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah menghalalkan untuk melakukan hubungan suami istri ketika malam hari saat puasa dan diharamkan untuk berjima’ atau bersetubuh pada siang hari ketika berpuasa. Dan yang dimaksud benang putih dari benang hitam adalah telah terbitnya fajar dari malam.

Macam-macam Puasa

Menurut hukum Islam, puasa dibagi menjadi empat macam yaitu puasa wajib, puasa sunnah, puasa makruh, dan puasa haram. Puasa wajib terdiri dari puasa Ramadhan, puasa kafarat, puasa nazar. Puasa sunnah adalah jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak akan berdosa. Terdiri dari puasa senin-kamis, puasa ayyamul bidh, puasa daud, puasa enam hari syawwal dan lain-lain. Puasa makruh terdiri dari puasa di hari yang dikhususkan atau pada waktu tertentu misalnya puasa di setiap hari Sabtu, puasa setiap hari Jum’at. Puasa haram terdiri dari puasa pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan tiga hari tasyriq.

Terdapat juga bulan-bulan tertentu yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah puasa. Bulan tersebut adalah bulan Sya’ban dan bulan-bulan haram yakni Dzulqa’dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Pada bulan Sya’ban, terjadi peristiwa naiknya amalan-amalan kepada Allah SWT dan bulan sya’ban adalah bulan ketika manusia mulai lalai yakni antara bulan Rajab dan Ramadhan. Sementara itu, Dzulqa’dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab merupakan bulan suci ketika amalan-amalan baik dilipatgandakan pahalanya. Oleh karenanya, ibadah puasa dianjurkan untuk diperbanyak.

Tafsir Ayat Alquran tentang Puasa

Bulan Ramadhan akan segera tiba hanya dalam hitungan hari. Bulan Ramadhan adalah bulan diwajibkannya umat Islam untuk berpuasa selama sebulan penuh. Sebelum dan selama bulan Ramadhan, ayat tentang puasa dalam Alquran akan banyak dinukil dan dikutip dalam setiap kesempatan, dalam ceramah agama, kultum, tulisan, artikel, spanduk, bahkan dalam iklan televisi. Ayat tentang puasa yang paling populer dan sering dikutip terdapat dalam surat Al-Bawarah ayat 183.

Pada kesempatan ini, rumahakhlak.id akan menyampaikan tafsir dari ayat tentang puasa yang populer tersebut. Tafsir ayat tentang puasa ini berdasarkan buku tafsir Al-Mishbah karya ahli tafsir kenamaan di Indonesia, M. Quraish Shihab.

Ayat Alquran tentang Puasa

Menurut M. Quraish Shihab, kata shiyam disebutkan dalam Alquran sebanyak 8 kali yang kesemuanya berarti puasa menurut pengertian hukum syariat. Namun dilihat dari akar katanya, terdapat 13 kali penyebutan kata ini dengan berbagai macam perubahan bentuk. Namun dari kesemua itu, yang paling populer dan dikenal masyarakat adalah kata shiyam dalam surat Al-Baqarah ayat 183 sebagai berikut:

يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183)

Tafsir Ayat tentang Puasa: Al-Baqarah 183

Ayat tentang puasa ini dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman walau seberat apapun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan mesra, wahai orang-orang yang beriman.

Kemudain dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa menunjuk siapa yang mewajibkannya, diwajibkan atas kamu. Redaksi ini tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Agaknya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang bahkan kelompok. Sehingga seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Yang diwajibkan adalah as-shiyam, yakni menahan diri (berpuasa).

Menahan diri (berpuasa) dibutuhkan oleh setiap orang, kaya atau miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit, orang modern yang hidup masa kini maupun manusia primitif yang hidup masa lalu, bahkan perorangan atau kelompok. Selanjutnya, ayat tentang puasa ini menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah sebagaimana telah diwajibkan pula atas umat-umat terhadulu sebelum kamu.

Ini berarati puasa bukan hanya milik khusus untuk generasi mereka yang diajak berdialog pada masa turunnya ayat tentang puasa ini, tetapi juga terhadap umat-umat terdahulu, walaupun perincian tata cara pelaksanaannya berbeda-beda. Sekali lagi, dalam redaksi di atas tidak ditemukan siapa yang mewajibkannya. Ini Karena sebagian umat terdahulu berpuasa berdasar kewajiban yang ditetapkan oleh tokoh-tokoh agama mereka, bukan melalui wahyu Ilahi atau petunjuk nabi.

Pakar-pakar perbandingan agama menyebutkan bahwa orang-orang Mesir kuno pun telah mengenal puasa, bahkan sebelum mengenal agama samawi. Dari mereka praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah bintang. Agama Budha, Yahudi, Kristen pun demikian. Ibn An-Nadim dalam bukunya Al-Fahrasat menyebutkan bahwa agama penyembah bintang berpuasa 30 hari setahun. Ada pula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan juga 27 hari. Puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan, dan kepada bintang (planet) Mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.

Dalam ajaran Budha pun dikenal puasa, sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Mereka menamainya uposatha, pada hari kesembilan, kelima belas, dan kedua puluh. Orang Yahudi mengenal puasa empat puluh hari, bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini, khususnya untuk mengenang para nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka. Agama Kristen juga demikian. Walaupun dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, namun dalam praktik keberagamaan mereka dikenal aneka ragam puasa yang diterapkan oleh pemuka-pemka agama mereka.

Kewajiban tersebut dimaksudkan agar kamu bertakwa, yakni terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk, baik duniawi maupun ukhrawi.

Demikianlah tafsir ayat tentang puasa yang ada dalam Alquran, yang terdapat surat Al-Baqarah ayat 183. Semoga kita dapat memahami ayat tentang puasa tersebut dan tafsirnya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan semoga kita juga dapat mengamalkannya sehingga menjadi amal penolong kita di akhirat kelak. Amiin.

Oleh: Lisdania Febriani Maimuna X IPA 2

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *